30 September 2010

Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1998: Sebuah Gerakan Perubahan Sosial

PENDAHULUAN
Kehidupan suatu bangsa takkan terlepas dari kaum terpelajarnya, terutama mahasiswa. Begitu pula dengan kehidupan bangsa Indonesia yang selalu diiringi oleh pergerakan mahasiswanya. Gerakan mahasiswa Indonesia ini memiliki peran yang cukup penting dan juga tidak bisa dianggap remeh, karena gerakan mahasiswa dapat mempengaruhi kehidupan politik bangsa ini, misalnya saja gerakan mahasiswa tahun 1966 (menuntut pembubaran PKI), 1974 (peristiwa Malari), dan 1998 (menuntut reformasi dan menuntut Soeharto untuk mundur).
Dari berbagai gerakan mahasiswa di Indonesia, yang memiliki kekuatan terbesar adalah gerakan mahasiswa tahun 1998. Betapa tidak, gerakan mahasiswa pada saat itu dapat memaksa pemimpin rezim Orde Baru –yang telah berkuasa selama 32 tahun– Soeharto untuk mundur dari kekuasaannya. Menarik untuk dibahas, bagaimana rezim yang telah terbentuk selama hampir sepertiga abad itu dapat runtuh oleh para mahasiswa yang bersatu dari seluruh Indonesia. Meskipun bukan satu-satunya penentu keberhasilan dalam meruntuhkan rezim Orde Baru, gerakan mahasiswa pada periode ini tetap menarik perhatian, karena dapat mewujudkan suatu perubahan sosial dalam kehidupan bangsa Indonesia. Padahal belum lama sebelum itu, golongan mahasiswa ini baru saja bangkit dari “hibernasi” Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang telah membungkam mereka selama kurang lebih tiga windu.
***
RESUME
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah sebuah gerakan sosial yang dilakukan oleh kaum terpelajar (mahasiswa) untuk menuntut reformasi di Indonesia. Gerakan ini merupakan puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada dekade tahun sembilan puluhan. Gerakan ini menjadi dianggap berhasil dan monumental, karena akhirnya dapat memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998.
Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang Presiden telah tercapai, namun banyak yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 ini banyak mendapatkan perhatian dari dunia internasional, karena gerakan ini mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang mahasiswa dari universitas Trisakti yang kemudian didaulat sebagai Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi.
***
ANALISIS
Gerakan mahasiswa adalah suatu gerakan rakyat yang dilakukan oleh para mahasiswa dimana pergerakan tersebut diorientasikan pada kepentingan rakyat (kerakyatan). Sedangkan gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah suatu gerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa Indonesia untuk menentang kebijakan presiden Soeharto, karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin rezim Orde Baru tersebut dinilai telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Misalnya saja praktik KKN yang merajalela, gaya kepemimpinan Soeharto yang dinilai telah menghilangkan demokrasi dengan cara memberangus segala macam bentuk kritik, dan sebagainya.

Definisi Mahasiswa
Menurut Susanturo (http://blog.unila.ac.id), mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur 19 – 28 tahun, yang memang pada masa itu mengalami peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro mengatakan bahwa sosok mahasiswa kental dengan suasana kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, rasional dan sistematis. Sedangkan Kenniston (http://blog.unila.ac.id) menyatakan bahwa mahasiswa adalah suatu priode yang disebut dengan studenthood (masa belajar) yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk kedalam kedunia kerja yang menetap.

Teori Gerakan Sosial
Gerakan mahasiswa pada dasarnya merupakan suatu gerakan sosial yang salah satu bentuk utamanya adalah perilaku kolektif. Menurut Turner dan Killian (http://tuhan.multiply.com) dalam karya mereka Collective Behaviour (1987), mengemukakan gerakan sosial sebagai ‘… a collectivity acting with some continuity to promote or resist a change in the society or organisation of which it is part’ yakni suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri. Sehingga disini dapat dilihat bahwa masyarakat atau kelompok yang melakukan suatu gerakan sosial merasakan adanya persamaan nasib –yang biasanya bersifat negatif. Dalam kaitannya dengan gerakan mahasiswa 1998, teori ini cukup relevan. Krisis ekonomi yang parah sejak Juli 1997 menimbulkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Mahasiswa dan masyarakat kelas menengah Indonesia, yang selama ini terkesan diam dan menurut pada pemerintah, mulai gelisah dan akhirnya melakukan suatu gerakan reformasi dikarenakan adanya persamaan nasib yang kemudian memunculkan suatu perilaku kolektif untuk memperjuangkan perubahan sosial.
Gerakan mahasiswa 1998 dapat disebut sebagai pelopor terjadinya perubahan sosial di Indonesia. Menurut Ricardi (http://syaldi.web.id), pada masa itu muncul conscience collective, yakni suatu kesadaran bersama dimana mahasiswa merupakan satu kelompok yang harus bersatu padu untuk mewujudkan terjadinya suatu perubahan sosial. Neil Smelser (http://syaldi.web.id) memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dalam munculnya perilaku kolektif. Menurutnya, ada enam syarat pra-kondisi yang harus terjadi, yaitu: kondusif struktural, ketegangan struktural, kemunculan dan penyebaran pandangan, faktor pemercepat, Mobilisasi tindakan, dan pelaksanaan kontrol sosial. Dalam konteks gerakan mahasiswa di Indonesia, keenam syarat itu terpenuhi: pertama kondisi sosial masyarakat saat itu yang mendukung aksi-aksi mahasiswa, kedua adanya kesamaan rasa tertindas oleh pemerintah, ketiga penyebaran serta gagasan dengan landasan kebenaran, hak asasi manusia dan rakyat sebagai dasar perjuangan , keempat adanya faktor pemicu dengan gugurnya mahasiswa Universitas Trisakti yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya , kelima adanya usaha mobilisasi aksi dengan berbagai elemen masyarakat dan terakhir adalah adanya tekanan dari negara atau bentuk kontrol sosial lainnya yang berusaha menggagalkan/mengganggu proses perubahan.
Berdasarkan pemaparan diatas, jelas bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah satu proses reformasi dalam perubahan sosial. Gerakan ini merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya. Gerakan semacam ini biasanya muncul di negara-negara yang demokratis.

Latar Belakang Munculnya Gerakan Mahasiswa 1998
Sebenarnya gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa pada tahun 1998 ini merupakan akumulasi dari kekesalan rakyat sejak awal orde baru, sehingga terlihat kekesalan rakyat yang sudah sangat complicated atau kompleks itu akhirnya berujung pada kemarahan publik terhadap pemerintah yang berlangsung di akhir dekade 90’an. Ada berbagai faktor yang mendorong mahasiswa melakukan pergerakan menuntut reformasi, antara lain:
1. Penyalahgunaan wewenang Soeharto sebagai presiden
a. KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang merajalela
Banyak kasus-kasus KKN yang melibatkan para pejabat yang tidak diusut sama sekali. Tentu saja hal ini membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin menjadi semakin lebar.
b. Pencurian kekayaan Negara
Dalam buku panduan yang dikeluarkan PBB, dalam peluncuran prakarsa penemuan kembali kekayaan yang dicuri (Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative di Markas Besar PBB, New York, disebutkan bahwa Soeharto (1967-1998) berada dalam daftar urutan pertama pencurian aset Negara, dengan total diperkirakan 15 miliar dolar hingga 35 miliar dolar AS. Selain itu, enam anak Soeharto pun dimanjakan dengan pemilikan saham dalam jumlah signifikan sekurang-kurangnya di 564 perusahaan, dan kekayaan luar negeri mereka mencakup ratusan perusahaan-perusahaan lainnya.
c. Sistem pemerintahan yang berubah menjadi otoriter
Untuk melanggengkan kekuasaannya, Soeharto lancarkan beberapa strategi selama memimpin, antara lain:
• Melakukan penyederhanaan/fusi partai-partai saingan Golkar untuk mempersempit ruang gerak lawan politiknya.
• Membredel media massa yang mengkritik pemerintah, contohnya Harian Sinar Harapan (1986), Tempo, Editor dan Detik (1994).
• Membungkam mahasiswa melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) pasca tragedi Malari.
• Memberlakukan UU Subversi, yang bisa “mengamankan” para pengkritik kebijakan pemerintah.
d. Pembangunan yang semu
Pembangunan di Indonesia dinilai semu belaka, karena untuk melaksanakan pembangunan Soeharto hanya memanfaatkan pinjaman hutang luar negeri dan penanaman modal asing. Pembangunan keropos tersebut akhirnya menjerumuskan Indonesia ke titik ekonomi terburuk saat terjadi krisis moneter yang melanda Asia pada akhir dekade 90’an.

2. Krisis moneter
Krisis moneter yang melanda Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya membuat nilai rupiah anjlok hingga sempat menyentuh level Rp 20.000 per US$, harga-harga kebutuhan pun melambung tinggi, sehingga daya beli masyarakat berkurang.

3. Kondisi sosial masyarakat
Kondisi masyarakat menjadi tidak menentu seiring krisis moneter yang melanda kawasan Asia. Kerusuhan pun banyak terjadi di berbagai daerah, tidak sedikit kerusuhan yang berbau SARA, seperti di Sambas, Poso dan Ambon.

4. Adanya kesamaan rasa tertindas oleh pemerintah
Seperti yang telah dijelaskan diatas (poin 1c), pemerintahan yang dijalankan presiden Soeharto berlangsung secara otoriter. Sebagian besar rakyat merasa tertindas karena hak-haknya tidak diperhatikan, begitu pula dengan mahasiswa yang selalu dibuat bungkam oleh pemerintah. Oleh karena itulah tekanan yang dialami para mahasiswa untuk bangkit melawan ketertindasan semakin kuat.

5. Tragedi Trisakti
Faktor inilah yang paling menyulut kemarahan para mahasiswa. Gugurnya empat mahasiswa Universitas Trisakti ini membakar semangat para mahasiswa untuk terus maju dan melakukan aksi, yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya.
Atas dasar faktor-faktor diatas, kekesalan rakyat dan mahasiswa yang terakumulasi itu akhirnya tak dapat terbendung lagi. Akibatnya meletuslah berbagai demonstrasi dan kerusuhan dimana-mana. Dalam melihat fenomena ini, Ricardi (http://syaldi.web.id) melakukan pembagian lima kelompok mahasiwa dalam merespon kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada di masyarakat, antara lain:
• Kelompok idealis konfrontatif, yaitu mahasiwa tersebut aktif dalam perjuangannya menentang pemerintah melalui aksi demonstrasi.
• Kelompok idealis realistis, yaitu mahasiwa yang memilih kooperatif dalam perjuangannya menentang pemerintah.
• Kelompok oportunis, yaitu mahasiswa yang cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa.
• Kelompok profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kuliah.
• Kelompok rekreatif, yang berorientasi pada gaya hidup yang glamour.
Dalam kondisi semacam ini, mahasiswa Indonesia kebanyakan memilih berada dalam kelompok idealis konfrontatif. Mereka bergabung untuk satu tujuan, yakni menuntut pelaksanaan reformasi total di berbagai aspek kehidupan bangsa dengan cara melengserkan Soeharto dari jabatannya terlebih dahulu. Semangat para mahasiswa pun semakin menggelora ketika gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi ini mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Secara garis besar, pergerakan mahasiswa 1998 dapat dibagi menjadi dua tahapan, yakni sebelum Soeharto mengundurkan diri dan setelah Soeharto mengundurkan diri.

Gerakan Mahasiswa Sebelum Soeharto Mengundurkan Diri
Pada awal 1998 sebenarnya belum ada tanda-tanda bahwa akan muncul gerakan yang berarti untuk melawan kekuasaan Soeharto. Awalnya, aksi keprihatinan hanya di dalam kampus dan hanya melibatkan segelintir mahasiswa. Di luar kampus, sejumlah elemen ekstra kampus pun masih memprotes sebatas wacana dan sesekali tampil di media massa.
Aksi-aksi perlawanan berskala kecil baru muncul pada Maret 1998, beberapa saat menjelang MPR akan mengukuhkan kembali Soeharto sebagai presiden RI untuk ketujuh kalinya. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa akhirnya memutuskan untuk turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Keputusan untuk turun ke jalan ini membuat aparat kepolisian beserta militer selalu menjaga ketat setiap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa, tak pelak aksi-aksi yang berlangsung sepanjang April hingga pertengahan Mei hampir selalu berakhir dengan bentrok antara mahasiswa dengan aparat. Namun kekerasan demi kekerasan itu tidak menyurutkan nyali mahasiswa. Gerakan mahasiswa dalam waktu singkat menjadi tren di kampus-kampus, dimulai dari Universitas Indonesia (UI) lalu menyebar ke perguruan tinggi lain di berbagai kota. Atmosfer gerakan mahasiswa semakin hari semakin besar dan tidak bisa ditahan. Para mahasiswa kemudian menuntut reformasi dengan mengajukan enam agenda, antara lain:
 Suksesi kepemimpinan nasional
 Amendemen UUD 1945
 Pemberantasan KKN
 Penghapusan dwifungsi ABRI
 Penegakan supremasi hukum
 Pelaksanaan otonomi daerah.
Tapi sesungguhnya agenda utama gerakan reformasi ini adalah menuntut turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Mereka juga membuat slogan "Turunkan Harga" yang juga dapat diartikan "Turunkan Harto dan Keluarga", karena Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) dan Bob Hasan, masuk dalam Kabinet Pembangunan VII.
Gedung wakil rakyat, yaitu Gedung MPR/ DPR dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Berikut ini kronologi beberapa peristiwa penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998:
1) Demonstrasi Mahasiswa
Desakan atas pelaksanaan reformasi dalam kehidupan nasional dilakukan mahasiswa dan kelompok pro-reformasi. Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi mahasiswa di Universitas Jayabaya, Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan aparat dan mengakibatkan 52 mahasiswa terluka. Sehari kemudian pada tanggal 8 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa terjadi di Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi ini juga berakhir bentrok dengan aparat dan menewaskan seorang mahasiswa bernama Moses Gatotkaca. Dalam kondisi ini, Presiden Soeharto justru malah berangkat ke Kairo, Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri sidang KTT Non-Blok.

2) Peristiwa Trisakti
Tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin kencang disuarakan mahasiswa di berbagai tempat. Tidak jarang hal ini mengakibatkan bentrokan dengan aparat keamanan. Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa, apalagi sejak mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presinden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.
Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia, mereka adalah Elang Mulya Lesmana, Heri Hertanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan. Keempat korban meninggal tersebut kemudian didaulat sebagai pahlawan reformasi oleh beberapa kalangan. Selain korban meninggal, puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat juga harus dilarikan ke masuk rumah sakit karena terluka.
Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, banyak warga yang marah dan melakukan perusakan di daerah Grogol hingga terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Peristiwa Trisakti ini banyak mengundang simpati dari tokoh reformasi dan mahasiswa Indonesia.

3) Kerusuhan 12-15 Mei 1998
Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 12-13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Kerusuhan ini bukan didominasi oleh mahasiswa, melainkan didominasi oleh warga. Warga yang marah terhadap kebrutalan aparat keamanan atas meninggalnya 4 mahasiswa trisakti, mengalihkan kemarahan pada orang Indonesia sendiri yang keturunan, terutama keturunan Cina. Kondisi ini memaksa Presiden Soeharto mempercepat kepulangannya dari Mesir. Sementara itu, mulai tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah.

4) Pendudukan Gedung MPR/DPR
Dalam keadaan yang mulai terkendali setelah mencekam selama beberapa hari sejak tertembaknya mahasiswa Trisakti dan terjadinya kerusuhan besar di Indonesia, tanggal 18 Mei 1998 hari Senin siang, ribuan mahasiswa berkumpul di depan gedung DPR/MPR dan dihadang oleh tentara yang bersenjata lengkap, bukan lagi aparat kepolisian. Tuntutan mereka yang utama adalah pengusutan penembakan mahasiswa Trisakti, penolakan terhadap penunjukan Soeharto sebagai Presiden kembali, pembubaran DPR/MPR 1998, pembentukan pemerintahan baru, dan pemulihan ekonomi secepatnya. Kedatangan ribuan mahasiwa ke gedung DPR/MPR saat itu begitu menegangkan dan nyaris terjadi insiden, namun para mahasiswa tidak panik dan tidak terpancing untuk melarikan diri sehingga tentara tidak dapat memukul mundur mahasiswa dari gedung DPR/MPR. Akhirnya mahasiswa melakukan pembicaraan dengan pihak keamanan selanjutnya membubarkan diri pada sore hari dan pulang dengan menumpang bus umum.
Keesokan harinya mahasiswa yang mendatangi gedung DPR/MPR semakin banyak dan lebih dari itu mereka berhasil menginap dan menduduki gedung itu selama beberapa hari. Keberhasilan meduduki gedung DPR/MPR mengundang semakin banyaknya mahasiswa dari luar Jakarta untuk datang dan turut menginap di gedung tersebut. Mereka mau menunjukkan kalau reformasi itu bukan hanya milik Jakarta tapi milik semua orang Indonesia.

5) Pengunduran Diri Presiden Soeharto
Setelah melihat kondisi yang semakin kacau, terlebih dengan pendudukan gedung MPR/DPR oleh mahasiswa, Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden Soeharto membacakan pernyataan pengunduran dirinya. Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden yang telah dipegang selama 32 tahun. Beliau mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Beliau kemudian digantikan B.J. Habibie. Sejak saat itu Indonesia memasuki era reformasi.
Namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atma Jaya Jakarta yang terletak di Semanggi.

Itulah periodisasi pergerakan mahasiswa yang bersatu melakukan aksi menentang Soeharto sejak pertengahan 1997 sampai mundurnya Soeharto pada 21 Mei 1998. Keberhasilan mahasiswa ini tidak terlepas dari berbagai unsur pendukung, seperti krisis moneter dan membelotnya para kroni Soeharto yang sering disebut dengan sebutan “brutus” pada waktu itu.
Gerakan mahasiswa sesaat sebelum Soeharto lengser ini dapat dikatakan sebagai perilaku yang bersifat kolektif, karena perilakunya cenderung pada perilaku kerumunan aksi dimana aksi demonstrasi mereka lakukan secara terus menerus dengan mengandalkan mobilisasi massa demi tujuan bersama. Menurut Blumer (http://syaldi.web.id), perilaku kerumunan yang bertindak dimana mereka mempunyai perhatian dan kegiatan yang ditujukan pada beberapa target atau objektif. Dalam kondisi perilaku kolektif, terdapat kesadaran kolektif dimana gagasan dan ide-ide yang awalnya hanya dimiliki oleh sekelompok mahasiswa dapat menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari sistem yang ada. Aksi dari mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui secara sukarela memberikan bantuan kepada para mahasiswa yang sedang mengadakan demonstrasi.
Tuntutan gerakan mahasiswa saat sebelum kejatuhan rezim Orde Baru ini sangat terfokus, yakni tuntutan Soeharto untuk mundur. Sehingga tak heran bila gerakan ini dapat dimenangkan oleh mahasiswa, karena kekuatan gerakan mahasiswa semakin nyata terlihat setelah mereka semua dipersatukan melalui satu tujuan yang terfokus.

Gerakan Mahasiswa Setelah Soeharto Mengundurkan Diri
Pengunduran diri Soeharto dan pengangkatan B.J. Habibie memberikan kemenangan bagi rakyat yang telah begitu lama menginginkan reformasi. Begitu pula dengan para mahasiswa, reformasi yang telah didamba-dambakan akhirnya datang juga pasca pengunduran diri Soeharto. Kehebatan mahasiswa menjadi buah bibir dikalangan pengamat peneliti dan rakyat, heroisme para aktivis 98 menjadi referensi aktivis gerakan, bahkan inspirasi dan imajinasi bawah sadar para aktivis.
Namun pasca Orde Baru mulai terjadi kegamangan dan eforia dikalangan mahasiswa. Mereka terlena akan datangnya reformasi, sehingga gerakan mereka pun tak terkonsilidasi dengan baik. Hal ini ditandai dengan terpecahnya kekuatan mahasiswa menjadi dua, yakni mahasiswa pro Habibie dan mahasiswa yang kontra Habibie. Perpecahan ini menandai terjadinya krisis identitas pada gerakan mahasiswa. Perbedaan visi yang muncul pada gerakan mahasiswa seringkali mengarah pada persoalan yang sifatnya teknis. Kenyataan demikian menyebabkan gerakan mahasiswa kehilangan arah dan bentuk.
Kehilangan arah dan bentuk gerakan ini menyebabkan sejumlah gerakan mahasiswa harus melakukan konsolidasi internal organisasi. Konsolidasi internal ini sebagai upaya untuk mencari format baru gerakan mahasiswa dalam konstalasi politik yang baru pula. Disamping itu konsolidasi internal ditujukan agar gerakan mahasiswa harus lebih intropeksi diri terhadap apa yang dilakukan.
Ditengah-tengah konsolidasi yang tengah dilakukan, para mahasiswa pun dihadapkan pada Sidang Istimewa (SI) yang dilaksanakan oleh MPR untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Perlu diketahui bahwa para anggota MPR yang mengadakan SI tersebut kebanyakan masih merupakan warisan dari Orde Baru. Mahasiswa pun bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Masyarakat dan mahasiswa yang menolak Sidang Istimewa 1998, juga menentang dwifungsi ABRI karena dwifungsi inilah salah satu penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya, atau dengan kata lain menghambat kemajuan bangsa.
Pasca runtuhnya Orde Baru, ternyata masih ada peristiwa-peristiwa penting yang diwarnai oleh aksi dari gerakan mahasiswa. Berikut beberapa peristiwa penting yang terjadi pasca runtuhnya Orde Baru.
1) Tragedi Semanggi
Banyaknya penolakan-penolakan terhadap SI MPR membuat aparat keamanan kembali bersiap untuk mengamankan jalannya sidang istimewa ini. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini cukup mendapat banyak perhatian dari dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Kendati demikian, tidak ada yang bisa membendung aksi mahasiswa, hingga pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit, beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.
Esok harinya Jum'at tanggal 13 November 1998 ternyata banyak mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di depan kampus Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat dan saat di jalan itu juga sudah ada mahasiswa yang tertembak dan meninggal seketika di jalan. Ia adalah Teddy Wardhani Kusuma, merupakan korban meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan dan masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Bernadus R Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Atma Jaya. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan saat itu juga lah semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu hingga jumlah korban yang meninggal mencapai 15 orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakat.
2) Tragedi Semanggi II
Untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dalam menghentikan penolakan sikap mahasiswa terhadap pemerintahan. Lokasi penembakan mahasiswa pun di tempat yang sangat strategis yang dapat dipantau oleh banyak orang awam yaitu di bawah jembatan Semanggi, depan kampus Universitas Atma Jaya Jakarta, dekat pusat sentra bisnis nasional maupun internasional.
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan dan mahasiswa sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB karena ini menentang tuntutan mereka untuk menghilangkan dwifungsi ABRI. Namun dalam aksi kali ini Universitas Indonesia harus kehilangan seorang pejuang demokrasi mereka, yakni Yun Hap.

Kendati mendapatkan protes dan penolakan dari berbagai pihak, para anggota dewan tetap melanjutkan Sidang Istimewa, yang akhirnya menghasilkan keputusan untuk menyelenggarakan Pemilu tahun 1999. Sementara itu, para mahasiswa –setelah peristiwa Semanggi II– perlahan-lahan mulai menghentikan aksi-aksinya. Namun bukan berarti gerakan mereka hilang begitu saja, karena mereka selalu memantau segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Para mahasiswa juga menuntut pemerintah segera menyelesaikan kasus-kasus yang menyebabkan rekan-rekan mereka gugur dalam beberapa tragedi yang berlangsung sepanjang tahun 1998-1999. Sehingga ketika memasuki abad 21 tidak jarang masih terdapat aksi-aksi unjuk rasa kecil yang selalu mengiringi perjalanan menuju kesempurnaan reformasi.

Dampak Gerakan Reformasi Mahasiswa 1998 Terhadap Kehidupan Bangsa
Proses reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Secara umum, terdapat beberapa perubahan sosial yang terjadi:
Pertama, yang paling dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas adalah jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, rezim Orde Baru selalu mengedepankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya presiden Soeharto telah menjadi tolok ukur dari dari perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya Soeharto tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan.
Kedua, seiring dengan jatuhnya rezim Orde Baru maka berdampak pada struktur pemerintahan. Dalam berbagai tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur pemerintahan di masa Orde Baru menjadi instrumen penindasan terhadap masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara, militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu, tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah dicabutnya dwifungsi ABRI.
Ketiga, perubahan sistem politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat yang kerap kali dianggap mengganggu stabilitas menjadi hal yang dilarang di masa Orde Baru. Aspirasi politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai yang jelas tidak berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah satu tuntutan mahasiswa pada tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu dekat. Salah satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan sistem pemilihan umum langsung yang dilaksanakan pada tahun 2004.
Seperti yang telah disampaikan diatas, perubahan sosial juga akan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan pola perilaku dalam sistem sosial masyarakat. Dalam konteks reformasi pada tahun 1998, terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan oleh rezim Orde Baru diberbagai sektor berangsur-angsur dihilangkan. Sebagai salah satu contoh adalah kebebasan berpendapat yang dulu menjadi ‘barang haram’ sekarang relatif lebih terbuka. Kemudian isu tentang nilai-nilai Hak Asasi Manusia kemudian menjadi salah satu indikator dalam pembangunan. Masyarakat yang dulunya apolitis dan cenderung pasif pada sistem politik terdahulu mulai terlibat dalam berbagai kegiatan politik praktis. Sebagai salah satu indikator adalah berdirinya berbagai partai politik di Indonesia.
***
KESIMPULAN
Disini dapat dilihat bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah sebuah bentuk gerakan reformasi yang menuntut perubahan sosial, dimana perubahan sosial yang terjadi merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa mengubah struktur dasarnya, sehingga gerakan ini dapat digolongkan pada gerakan reform dan bukan gerakan yang sifatnya radikal. Gerakan mahasiswa saat itu melihat bahwa untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pergantian rezim otoriter yang berkuasa dengan menggunakan isu-isu moral.
Gerakan mahasiswa 1998 ini banyak mengundang kekaguman, tidak hanya bagi publik di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Berbeda dengan gerakan mahasiswa 1966 atau tahun-tahun sesudahnya yang memunculkan sejumlah tokoh dan pemimpin, gerakan mahasiswa 1998 nyaris bergerak tanpa pemimpin. Gerakan itu juga muncul tanpa didasarkan sebuah wacana dan agenda yang jelas, kecuali mengkristalnya musuh bersama bernama Soeharto. Tahun-tahun represif menyebabkan mahasiswa memilih sebuah gerakan tanpa tokoh. Bahkan sebagian besar pemimpin simpul gerakan adalah para aktivis yang sama sekali baru dan relatif tidak terlibat dalam aksi-aksi sebelumnya.
Seluruh karakteristik itu menjadi kekuatan sekaligus kelemahan gerakan mahasiswa 1998. Kekuatan karena dengan karakteristik itu gerakan mahasiswa tidak mudah terpatahkan. Kelemahan karena kemudian terbukti bahwa perjuangan mahasiswa menjadi tidak mempunyai arah yang jelas, dan kemudian –sadar atau tidak– justru dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan di luar mereka.
***
DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung, Daniel. (2006). Laclau dan Mouffe Tentang Gerakan Sosial [Online]. Tersedia: http://tuhan.multiply.com/journal/item/30/Laclau_dan_Mouffe_Tentang_Gerakan_Sos ial [22 Agustus 2010]
Kunarto. (1999). Merenungi Kiprah Polri Dan Mahasiswa Menuntut. Jakarta: Cipta Manunggal
–––––. (2000). Merenungi Kiprah Polri Dan Gerakan Mahasiswa. Jakarta: Cipta Manunggal
Nuranggun, A.Y dkk. (2010). Pengaruh Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Terhadap Pemerintahan Orde Baru [Online]. Tersedia: http://blog.unila.ac.id/handayani/files/2010/03/Pengaruh-Gerakan-Mhs-1998.ppt [12 Agustus 2010]
Rudianto, Dudy. (2010). Gerakan Mahasiswa, Dalam Perspektif Perubahan Politik Nasional. Jakarta: Golden Terayon Press
Sahude, Syaldi. (2008). Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1998: Sebuah Proses Perubahan Sosial [Online]. Tersedia: http://syaldi.web.id/2008/02/gerakan mahasiswa-indonesia-tahun-1998-sebuah-proses-perubahan-sosial/ [12 Agustus 2010]
Wismuliani, Endar dkk. (2009). Akhir Orde Baru dan Lahirnya Reformasi (Dari buku IPS: untuk SMP dan MTs Kelas IX hal 189 – 198) [Online]. Tersedia: http://gurumuda.com/bse/akhir-orde-baru-dan-lahirnya-reformasi [16 Agustus 2010]
Wikipedia. (2010). Daftar Organ Gerakan Mahasiswa 1998 [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_organ_gerakan_mahasiswa_1998 [12 Agustus 2010]



Lampiran

Organisasi-organisasi mahasiswa (Ormawa) Indonesia yang berperan dalam gelombang gerakan reformasi pada tahun 1998 dan setelahnya, antara lain:
1. Aceh
• SMUR - Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat
2. Medan
• DEMUD - Dewan Mahasiswa untuk Demokrasi
• AGRESU - Aliansi Gerakan Reformasi Sumatera Utara
• DEMA UMSU Dewan Mahasiswa UMSU
• GMNI Kota Medan - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kota Medan
• FORSOLIMA - Forum Solidaritas Mahasiswa Kota Medan
3. Sumatera Barat
• FKMSB - Forum Komunikasi Sumatera Barat
• FABRI - Front Aksi Bersama Rakyat Indonesia
4. Bandung
• FKMB - Forum Komunikasi Mahasiswa Bandung
• FIM B - Front Indonesia Muda Bandung
• FAMU - Front Aksi Mahasiswa Unisba
• GMIP - Gerakan Mahasiswa Indonesia Untuk Perubahan
• KPMB - Komite Pergerakan Mahasiswa Bandung
• FAF - Front Anti Fasis
• KM ITB - Keluarga Mahasiswa ITB
• KM Unpar - Komite Mahasiswa Unpar
• KA-Unpad (Keluarga Aktivis Unpad)
5. Jakarta
• Presidium BEM Se-Trisakti - BEM Universitas Trisakti dan Sekolah Tinggi
• LMND - Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
• FKSMJ - Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta
• Forkot / Forum Kota - Forum Komunitas Mahasiswa se-Jabotabek
• Famred - Front Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi
• Front Nasional
• Front Jakarta
• KamTri - Kesatuan Aksi Mahasiswa Trisakti
• FORMASI - Forum Mahasiswa Islam Indonesia
• KAMMI - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
• GMKKB - Gerakan Mahasiswa Keadilan dan Kebangkitan Bangsa
• HMI - Himpunan Mahasiswa Islam
• KB UI - Keluarga Besar Mahasiswa UI
• KB UPN - Keluarga Besar Mahasiswa UPN (Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta)
• KM Jaya Baya - Komunitas Mahasiswa Jayabaya
• FAM UI - Front Aksi Mahasiswa UI
• Komrad - Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi
• Gempur - Gerakan Mahasiswa untuk Perubahan
• Forum Bersama / Forbes
• Jaringan Kota / Jarkot
• LS-ADI Jakarta - Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia
• HMR - Himpunan Mahasiswa Revolusioner
• KAM - JAKARTA - Komite Aksi Mahasiswa Jakarta
• POSKO C - Posko Cimanggis Jayabaya
• JAM J - Jaringan Aksi Mahasiswa Jakarta
• DKM - Dewan Kaum Muda dan Mahasiswa Jakarta
• FIMA- Forum Independen Mahasiswa Gunadarma
• GENERASI 98'
• GMNI – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia - Presidium GMNI
• HMI - Himpunan Mahasiswa Islam
• IMM - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
• AMMI - Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Independen –Jakarta
• KMBJ - Keluarga Mahasiswa Buddhis Jakarta [sekarang menjadi Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI) tergabung dalam FKPI]
• STAB Nalanda
6. Tangerang
• LASKAR ITI - Front Perjuangan Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia
• FORMASI - Forum Mahasiswa Indonesia
7. Bogor
• KBM-IPB - Keluarga Besar Mahasiswa-Institut Pertanian Bogor
• GEMA IPB - Gerakan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
8. Yogyakarta
• SMKR - Solidaritas Mahasiswa Untuk Kedaulatan Rakyat
• KPRP - Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan
• FKMY - Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta
• PPPY - Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta
• FAMPERA - Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat
• LMMY - Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta
• DEMA - Dewan Mahasiswa UGM
• SPPR - Solidaritas Pemuda untuk Perjuangan Rakyat
• KeMPeD- Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi
• AMUKRA - Aliansi Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat - UPN "Veteran"
9. Surakarta
• SMPR - Solidaritas Mahasiwa Peduli Rakyat (berbasis di Universitas Sebelas Maret / UNS)
• SMPTA - Solidaritas Mahasiswa Peduli Tanah Air
10. Bali
• POSPERRA - Posko Perjuangan Rakyat
• FRONTIER - Front Demokrasi Perjuangan Rakyat
11. Purwokerto
• FAMPR - Forum Aksi Mahasiswa Purwokerto untuk Reformasi
• FKPMMB - Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Muhammadiyah Purwokerto
12. Surabaya
• AbrI - Aksi bersama rakyat Indonesia
• APR - Arek Pro Reformasi
• ASPR - Arek Surabaya Pro Reformasi
• FORMAD - Forum Madani
• FPM - Front Perjuangan Mahasiswa
• KAMI - Komite Aksi Mahasiswa ITS
• KAMUS-PR - Kesatuan Aksi Mahasiswa Untag Surabaya-Pro Rakyat
13. Malang
• FKMM - Forum Komunikasi Mahasiswa Malang
• FORSTEP - Forum Studi Ekonomi Politik
14. Makassar
• KONTRA - Komunitas Pelataran Kerakyatan Unhas

Baca Selengkapnya...

08 Juni 2010

Sejarah = Ilmu Sosial Atau Humaniora

Setiap bidang kajian ilmu pasti memiliki masalah-masalah tersendiri sesuai dengan objeknya masing-masing. Tak terkecuali halnya dengan ilmu sejarah. Tidak sedikit masalah yang dihadapi ilmu sejarah, mulai dari historiografi, posisi sejarah dalam dunia ilmu pengetahuan sampai dengan keobjektifan tulisan sejarah. Namun disini saya hanya akan menyoroti masalah posisi sejarah dalam dunia ilmu pengetahuan.
Apabila kita mendengar kata ‘sejarah’, maka yang akan terbesit dalam pikiran kita adalah ilmu sosial. Namun jangan salah, kini banyak yang menempatkan ilmu sejarah kedalam humaniora. Humaniora adalah ilmu tentang kemanusiaan yang lebih menekankan pada kajian yang cenderung berfungsi untuk memanusiakan manusia (Ismaun, 2005: 180-181) layaknya seni dan sastra. Beberapa perguruan tinggi sekaliber UI, UGM dan UNPAD pun memasukkan jurusan sejarah ke dalam fakultas sastra. Sedangkan STKIP, IKIP dan UPI menganggap ilmu sejarah sebagai bagian dari ilmu sosial, karena sejarah masih ditempatkan satu fakultas dengan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Memang sulit untuk menentukan secara pasti posisi ilmu sejarah dalam dunia ilmu pengetahuan. Sejarah dapat dianggap sebagai bagian dari humaniora, dalam hal ini fungsi sejarah sebagai seni lebih dikedepankan. Dapat dilihat pada salah satu bagian dari metodologi ilmu sejarah, yakni historiografi yang banyak menggunakan bahasa yang menarik. Pemilihan kata (diksi) yang tepat, serta penyusunan kalimat yang baik tentu saja membuat suatu narasi sejarah –hasil rekonstruksi masa lampau– lebih menarik dan enak untuk dibaca.
Terlepas dari fungsi sejarah sebagai seni, ilmu sejarah juga dapat digolongkan kedalam bagian ilmu sosial. Hal ini dikarenakan objek kajian ilmu sejarah serupa dengan objek kajian ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni manusia. Walau begitu antara ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya masih memiliki perbedaan. Perbedaan yang paling mencolok adalah dari segi waktu, ilmu sejarah sangat terikat oleh waktu (khususnya waktu yang bersifat lampau), sedangkan ilmu-ilmu sosial lainnya tidak begitu terikat oleh waktu. Selain itu, sejarah bersifat ideografik, sedangkan ilmu-ilmu sosial lainnya bersifat nomotetik (Ismaun, 2005: 195). Dalam memandang beberapa peristiwa yang sejenis, ilmu sejarah lebih meneliti keunikan masing-masing peristiwa, sehinnga didapatkan perbedaan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Ssedangkan ilmu-ilmu sosial lainnya lebih meneliti persamaan diantara peristiwa-peristiwa tersebut, sehingga diperoleh kesimpulan atau generalisasi yang berlaku secara keseluruhan. Dengan kata lain, ilmu sejarah lebih melihat perbedaannya, sedangkan ilmu-ilmu sosial lainnya lebih melihat persamaannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, nampaknya ilmu sejarah memiliki peran ganda, karena dapat dianggap sebagai bagian dari humaniora sekaligus bagian dari limu sosial. Hal ini dikarenakan ilmu sejarah memiliki ciri-ciri yang sama –walau tidak seluruhnya– dengan ilmu-ilmu humaniora lainnya dan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Mungkin atas dasar itulah ilmu sejarah dikatakan unik dalam dunia ilmu pengetahuan.

Baca Selengkapnya...

18 Mei 2010

Tak Selamanya Senior Selalu Benar

Senior merupakan orang yang harus kita hormati, karena senior adalah pendahulu kita. Mereka lebih berpengalaman dan lebih berpengetahuan daripada kita. Sebagai junior, sudah selayaknya kita patuh dan hormat pada senior kita. Untuk menampung rasa patuh dan hormat kita pada senior, diperlukan suatu wadah yang kita sebut sebagai loyalitas.

Seorang junior yang memiliki loyalitas tinggi tentu akan menempatkannya pada tempat yang tinggi di mata para seniornya. Namun apakah kita harus selalu bersikap loyal pada senior kita? Bagaimana jika senior bersikap salah? Nampaknya disini terdapat pemahaman yang salah tentang senioritas, dimana ada pernyataan bahwa “senior selalu benar”. Pernyataan tersebut selalu terngiang di telinga kita pada saat kita mengikuti ospek. Bagaimana mungkin senior selalu benar jika pada kenyataannya yang mereka lakukan justru lebih banyak salahnya ketimbang benarnya. Misalnya saja ketika menyuruh para juniornya untuk selalu berrambut pendek dan berpakaian rapi, mereka justru berrambut gondrong dan berpakaian lusuh & kucel. Atau pada saat mereka memaksa para juniornya untuk mengikuti suatu kegiatan yang mereka adakan, padahal kegiatan itu didasarkan pada alasan yang bersifat ilegal. Apakah sebagai junior kita harus tetap loyal jika senior kita bersikap seperti itu? Tentu saja tidak! Kita sebagai junior harus berpendirian teguh dalam membedakan senior mana yang patut kita hormati dan mana yang tidak perlu kita hormati.

Maka dari itu, sepertinya adat kuno yang masih dipertahankan hingga kini harus segera dilenyapkan, terutama dalam hal “senior selalu benar”. Karena mereka juga manusia biasa yang sering berbuat salah. Sehingga tak heran rasanya jika kita mengganti pernyataan itu dengan kalimat “TAK SELAMANYA SENIOR SELALU BENAR”.
^_^

Baca Selengkapnya...

14 April 2010

Makalah Korupsi (Pengganti UTS Sejarah Perekonomian)

1. Definisi Korupsi
Definisi korupsi sangatlah bervariasi. Secara harfiah korupsi merupakan serapan dari bahasa Latin yakni corruptio (dari kata kerja corrumpere) yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau menyogok. Secara istilah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi).
Menurut undang-undang yang kita miliki, yakni UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2000, yang menyatakan bahwa pengertian korupsi secara umum diartikan: “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain aatau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Dapat disimpulkan bahwa yang paling disorot dalam UU tersebut adalah perbuatan memperkaya diri sendiri dengan cara-cara yang melawan hukum.
Menurut pemakaian umum istilah korupsi, kita menyebut korup apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi (Alatas, 1986). Hal ini lebih condong ke dalam tindakan menyogok atau menyuap aparatur negara sebagai cara untuk mempermudah urusannya, dengan kata lain sebagai uang pelicin.
Korupsi memiliki dua saudara yang identik, yakni Kolusi dan Nepotisme. Rasanya tak akan lengkap bila membicarakan korupsi tanpa ikut membicarakan dua hal tersebut.
Mirip dengan korupsi, kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar (http://id.wikipedia.org/wiki/Kolusi), dalam hal ini, sangat berkaitan dengan uang suap / sogok. Begitu pula dengan nepotisme, yang berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori (http://id.wikipedia.org/wiki/Nepotisme). Misalnya, seorang direktur sebuah perusahaan pemerintah yang mengangkat istrinya sebagai sekretaris dan adiknya menjadi wakil. Tindakan itu jelas merupakan nepotisme.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa baik korupsi, kolusi, maupun nepotisme adalah tindakan yang melawan hukum untuk memperkaya pribadi dan keluarga sendiri.
Kini wujud nyata dari tindakan korupsi memiliki banyak wajah. Tidak hanya dengan cara merekayasa jumlah dana yang dibutuhkan dalam suatu proyek pembangunan, pengadaan, dan sebagainya, namun juga dengan cara penyalahgunaan wewenang, pemerasan, menyogok aparatur negara, dan lain sebagainya. Misalnya saja seorang bupati yang mengajukan proposal untuk meminta dana pembangunan jalan raya sepanjang 30 kilometer, sebenarnya dana yang dibutuhkan hanya 20 miliar rupiah, namun bupati tersebut menuliskan anggaran yang dibutuhkan sebanyak 25 miliar rupiah di dalam proposalnya. Maka uang anggaran yang 5 miliar tersebut bisa dianggap sebagai tindakan korupsi.

2. Sebab dan Akibat Korupsi
2.2.1. Penyebab Korupsi
Korupsi kini membudaya dalam setiap lapisan masyarakat di negeri kita. Banyak faktor yang dapat menyebabkan suatu tindakan korupsi itu dilakukan, menurut Alatas (1986), setidaknya ada 10 faktor yang menjadi penyebab korupsi, antara lain:
1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran etika dan agama. Faktor inilah yang menurut penulis merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam maraknya tindak pidana korupsi yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Disini kita patut menyadari arti penting dari pendidikan anti-korupsi yang semestinya dibudayakan sejak usia dini, sehingga mentalitas para pemimpin bangsa yang bobrok seperti saat ini dapat dinaikkan tarafnya ke tingkatan yang lebih tinggi. Mental yang telah baik tentu saja tidak akan dapat dirasuki keinginan untuk melakukan tindakan korupsi.
3. Kolonialisme.
4. Kurangnya pendidikan.
5. Kemiskinan / faktor ekonomi.
6. Tiadanya tindak hukuman yang keras.
7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti-korupsi.
8. Struktur pemerintahan (yang memunculkan kesempatan untuk berbuat korupsi).
9. Perubahan radikal, sebagai penyakit transisional akibat dari suatu system yang mengalami perubahan.
10. Keadaan masyarakat.
Sementara menurut Cressey (Entang, 2009), faktor yang mendorong seseorang untuk berbuat korupsi ada tiga, yakni:
1. Tekanan (pressure). Tekanan disini adalah tekanan dalam hal keuangan, sehingga memaksa para koruptor untk bebruat korupsi.
2. Kesempatan (opprtunity). Temtu saja hal ini sangat mempengaruhi seseorasng untk berbuat korupsi. Tanpa adanya kesempatan, seseorang tak akan bisa berbuat korupsi. Kesempatan ini dapat timbul karena bebrbagai lasan, misalnya: kurangnya pengawasan atasan terhadap bawahan, kepercayaan atasan yang diberikan pada bawahan terlalu luas, dan lain sebagainya.
3. Pembenaran (rationalization). Seseorang yang telah berbuat korupsi pasti akan mencari alasan pembenar agar dirinya tidak dianggap menyalahi aturan. Temtunya pembenaran ini akan dijadikan sebagai alat pembela / tameng atas tindakan yang dilakukannya, sehingga tujuannya yang melanggar hukum itu dapat tersamarkan.
2.2.2. Akibat Korupsi
Dampak-dampak korupsi yang dapat kita rasakan antara lain (KPK, tanpa tahun):
• Penegakan hukum dan layanan masyarakat menjadi tak teratur
• Pembangunan fisik menjadi terbengkalai
• Prestasi menjadi tak berarti
• Demokrasi menjadi tidak berjalan
• Ekonomi menjadi hancur


3. Sejarah Pelaksanaan Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi pada era modern seperti saat ini saja, namun telah membudaya sejak dulu. Jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, praktek korupsi sudah mulai diterapkan. Dimulai dari zaman kerajaan Hindu-Budha, dimana pada saat itu banyak terjadi perebutan kekuasaan. Dari segi politis, mereka memang menginginkan posisi raja agar dapat menjadi penguasa saaat itu, namun apabila kita lihat dari segi ekonomis, mereka menginginkan posisi raja tersebut untuk memperkaya pribadi dan keluarga diantara kaum bangsawan (http://asepsofyan.multiply.com/journal/item/20). Sebenarnya kehancuran kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram) adalah karena perilaku korup dari sebagian besar para bangsawannya. Bahkan menurut penelitian dari Sutherland (Abdullah, 2009), sebelum kedatangan bangsa barat, masyarakat Jawa merupakan masyarakat feodal yang korup meskipun memiliki budaya tinggi dan lembaga semi demokrasi. Hal itu terbukti dengan maraknya budaya pembayaran upeti terhadap para pemimpin yang telah berjasa pada rakyatnya. Sehingga budaya upeti secara tidak langsung merupakan cikal bakal budaya korupsi (Abdullah, 2009). Datangnya bangsa barat pada saat itu justru semakin memperkeruh budaya yang mengarah pada tindakan korupsi yang sedang berkembang.


4. Korupsi Pada Masa Reformasi
Banyak orang yang beranggapan bahwa pengalaman pahit bangsa Indonesia atas apa yang terjadi pada masa orde baru akan berakhir seiring mundurnya presiden Soeharto. Saat itu banyak orang menginginkan perubahan dengan mengedepankan kata ‘reformasi’. Memang pada saat itu dangat dibutuhkan reformasi / perombakan dalam segala bidang, mulai dari pemerintahan, system penegakan hukum, bahkan system konstitusi yang mengatur kehidupan rakyat.
Tuntutan utama rakyat pada saat itu salah satunya adalah tuntutan pada pemerintah yang baru untuk memeriksa dan mengusut dugaan kasus korupsi yang terjadi di tujuh yayasan milik mantan penguasa orde baru, Soeharto. Melalui ketujuh yayasannya, Soeharto dituduh melakukan korupsi sebesar 1,4 triliun rupiah. Ketujuh yayasannya tersebut adalah: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. Niat korupsi Soeharto telah tampak sejak beliau mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, yang menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri. Memang pada saat itu tidak ada yang berani berpaling dengan Keppres tersebut, karena seperti kita ketahui kekuasaan Soeharto di masa orde baru bisa disebut hampir tak terbatas.
Namun sayang, keinginan para penuntut Soeharto yang tergabung dalam berbagai organisasi, seperti Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (Gemas) dan Asosiasi Penasihat Hukum dan HAM (APHI) untuk menjebloskannya ke penjara urung terwujud. Hal itu disebabkan permohonan praperadilan Surat Keputusan Penghentian Penunututan Perkara (SKP3) yang diajukan oleh berbagai organisasi atas dasar kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan, dikabulkan oleh Jaksa Agung, Abdurrahman Sakeh melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Walaupun menuai protes SKP3 tersebut tetap disahkan pada 1 Agustus 2006.
Meskipun kasus Soeharto telah dianggap selesai, bukan berarti takkan ada lagi kasus korupsi. Kata reformasi yang banyak dikedepankan banyak orang nampaknya tak terjadi pada kasus-kasus korupsi di masa pasca orde baru. Hingga kini, kasus-kasus korupsi kembali bermunculan, tak ubahnya seperti jamur di musim hujan.
Berikut sekelumit kasus korupsi yang terjadi di masa reformasi berdasarkan data dari beberapa situs (wikipedia dan Tempo online):
 Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun, karena dana tersebut banyak yang diselewengkan oleh penerimanya. Proses penyalurannya pun banyak yang melalui penyimpangan-penyimpangan. Beberapa mantan direktur BI telah menjadi terpidana kasus penyelewengan dana BLBI, antara lain Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo.

 Dana APBD provinsi NAD
Korupsi dana APBD provinsi NAD dengan ini dilakukan oleh mantan gubernur NAD, Abdullah Puteh. Beliau dinyatakan bersalah atas pembelian helikopter dan genset listrik yang merugikan negara senilai Rp 30 miliar. Puteh akhirnya divonis hukuman selama penjara 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 Dana YPPI
Kasus korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang merugikan negata sebesar Rp 100 miliar ini diduga dilakukan oleh mantan gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah. Beliau divonis kurungan 5 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Oktober 2008. Belakangan, majelis hakim banding Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman menjadi 5 tahun 6 bulan penjara pada Februari 2009. Karena tak puas, Burhanuddin mengajukan kasasi, dan dikabulkan oleh majelis kasasi Mahkamah Agung pada Agustus 2009. Tapi majelis tetap menyatakan Burhanuddin bersalah dan menjatuhkan pidana tiga tahun serta denda Rp 200 juta. Setelah menjalani dua pertiga masa hukuman dan membayar denda, Burhanuddin bisa menghirup udara bebas dengan status bebas bersyarat.
Selain kasus-kasus diatas, tentunya masih banyak kasus korupsi lain yang terjadi akhir-akhir ini. Hampir semua tindakan korupsi --termasuk kasus-kasus diatas-- memiliki ciri yang sama. Ciri tersebut adalah ciri terpenting korupsi, yakni pemakaian wewenang dan kekuasaan formal secara tersembunyi dengan dalih benar menurut hukum, tujuan sebenarnya hendak dicapai dengan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang yang selalu disembunyikan (Lubis dan Scott,1988: 7). Kasus-kasus korupsi yang banyak terjadi tersebut memaksa Indonesia berada di peringkat top negara-negara terkorup di dunia. Berdasarkan survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5; 5 untuk yang terkorup). Berdasarkan dari data itu pula, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33).
Apa yang menyebabkan kasus-kasus korupsi tersebut kembali terjadi di masa kini? Walaupun kata-kata ‘reformasi’ dan ‘perubahan’ sering diagung-agungkan oleh banyak orang. Pemerintah pun bukannya tanpa usaha dalam memberantas korupsi. Berbagai macam badan dan organisasi telah dibentuk oleh pemerintah, misalnya:
1) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK merupakan sebuah komisi yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
• Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
• Memerintahkan instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
• Memerintahkan pimpinan atau atasan tersangka iuntuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
• Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka pada instansi terkait; dll
2) Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
KPKPN adalah komisi yang didirikan untuk mengawasi kekayaan pejabat-pejabat yang berpeluang melakukan korupsi. Namun, seiring dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap.
Selain pemerintah, masyarakat pun ikut mendirikan organisasi-organisasi anti korupsi, seperti:
1) Indonesia Corruption Watch (ICW)
ICW terbentuk di Jakarta pada 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca orde baru yang bebas korupsi. ICW merupakan organisasi swasta yang bertujuan untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia.
2) Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi (CICAK)
Gerakan ini pada awalnya bernama Cinta Indonesia Cinta Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat CICAK kemudian berubah menjadi Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi dengan singkatan tetap sama yaitu CICAK bermula dari Deklarasi CICAK - Cinta Indonesia Cinta KPK pada tanggal 12 Juli 2009 bertempat di Tugu Proklamasi adalah sebuah koalisi dari organisasi-organisasi terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Transparency International Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Kemitraan, Aliansi Jurnalis Independen dan kemudian diikuti oleh masyarakat perorangan.

Walaupun badan-badan seperti yang dijelaskan diatas telah dibentuk, namun tindak pidana korupsi tetap saja banyak dilakukan oleh kalangan pejabat tinggi. Ini merupakan sebuah kegagalan besar sepeninggal rezim orde baru. Menurut penulis, ada beberapa hal yang menjadi penyebab kegagalan orde reformasi untuk memberantas korupsi, antara lain:
a. Kurang tegasnya ancaman pidana hukum bagi para tersangka koruptor. Mereka nampaknya tidak takut akan ancaman-ancaman pidana yang akan diberikan bila berbuat korupsi. Hal ini tentu membuat para pejabat seolah berjudi dalam melakukan korupsi.
b. Kurangnya pengawasan atasan terhadap kinerja para bawahan, yang bisa menimbulkan kesempatan untuk berbuat korupsi
c. Gaji para pegawai negeri yang begitu minim. Sebaiknya gaji para pegawai pemerintah tidak sebegitu rendahnya agar tidak menumbulkan godaan untuk berbuat korupsi. Terutama bagi para pegawai yang bertugas sebagai penegak hukum di negeri ini, sebab bagaimana suatu tindak kejahatan akan dapat diberantas apabila para pengamannya saja tidak bisa mengamankan dirinya sendiri dari tindakan yang melawan hukum.
d. Tidak adanya suatu pemahaman tentang bahaya laten korupsi. Pemahaman ini perlu diajarkan sejak usia dini, sehingga para generasi penerus kita akan sadar betapa buruk dan bahayanya suatu tindakan korupsi.
e. Kurangnya mentalitas agama kita dalam bekerja. Sebagaimana kita ketahui kehidupan kita banyak dilandasi oleh agama, sehingga para pemuka agama sebenarnya dapat dijadikan pemacu atau pemberi motivasi dalam memberantas korupsi.


5. Penanggulangan Korupsi
Memang mentalitas kerja menjadi suatu hal yang penting dalam menahan godaan untuk melakukan korupsi. Menurut Taufiequrachman Ruki (http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi), pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis. Oleh karena itu, nampaknya terdapat hal yang salah dalam budaya kita. Budaya korupsi yang telah mengakar di negeri kita sangatlah sulit untuk dihilangkan -atau bahkan tak dapat dihilangkan secara penuh-, namun untuk mencegah dan meminimalisirnya, tak ada salahnya kita melakukan transformasi budaya (Lubis, 1988). Kita memang perlu merevisi budaya kita dengan cara memilah-milah mana yang harus kita kembangkan dan mana yang harus kita buang dari budaya kita. Tentu saja hal-hal yang bersifat negatif semacam korupsi perlu dieliminir dari budaya kita. Menurut Lubis (1988), hal penting yang dapat kita lakukan ialah, umpamanya mengembangkan:
1. Kemampuan nilai budaya untuk memisahkan secara tegas antara kepentingan pribadi dengan umum (masyarakat, negara, dan bangsa). Memang kemampuan inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini mutlak diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam bekerja. Seperti kita ketahui banyak sekali pejabat-pejabat yang menyelewengkan dana untuk kepentingan umum, dan malah dialirkan ke kocek-kocek mereka.
2. Kemampuan nilai budaya untuk memisahkan secara tegas antara milik pribadi dengan milik umum (masyarakat, negara, dan bangsa). Kemampuan ini sangatlah dibutuhkan oleh setiap warga negara, terutama pada kalangan pegawai, agar tidak terjadi pengakuan kekayaan secara sepihak.
3. Kemampuan membedakan dimana letak solidaritas pegawai negeri dengan keluarga (masalah pribadi, tanggung jawab pribadi tidak melibatkan kedinasan) dan memisahkannya dari solidaritas kedinasan pada kepentingan umum. Kemampuan ini perlu dimiliki oleh setiap pegawai kedinasan agar tidak melakukan tindakan nepotisme yang notabene merupakan pelanggaran kerja, karena lebih loyal pada keluarga daripada dengan kedinasan.
Disamping pembenahan dalam sisi budaya, kita pun perlu melakukan pembenahan di bidang hukum. Pemerintah pun memunculkan istilah ’gratifikasi’ melalui UU No. 30 Tahun 2002 yang tidak lain adalah tindakan suap. Gratifikasi dapat diartikan sebagai penyogokan secara tidak langsung, untuk mempermudah urusan si penyogok. Misalnya berupa pemberian hadiah, kado, parcel, dan pemberian lainnya yang bersifat cuma-cuma. Dalam tindak gratifikasi, tidak hanya si penyogok yang dapat dituntut, namun yang menerima sogok juga dapat dituntut.
Korupsi di Indonesia memang tidak dapat diberantas dengan cara yang instan. Sekalipun kini korupsi tidak bisa diberantas, kita setidaknya dapat melakukan handling terhadap korupsi. Kita bisa mencatat kondisi-kondisi yang dapat menjinakkan korupsi, sebagai berikut (Alatas, 1986):
a. Suatu keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual dalam tugas kemajuan nasional dari public maupun dari birokrasi.
b. Administrasi yang efisien dan penyesuaian structural yang layak dari mesin dan aturan pemerintahan sehingga menghindari penciptaan sumber-sumber korupsi.
c. Kondisi-kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan.
d. Berfungsinya suatu system nilai yang anti korupsi.
e. Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar-standar moral dan intelektual yang tinggi.
f. Publik yang terdidik dengan intelegensia yang cukup untuk menilai dan mengikuti tingkah laku peristiwa.
Kekuatan utama untuk memberantas korupsi sebenarnya berada di tangan para penegak hukum. Namun, hukum tak akan berarti bila kewenangan yang dimiliki para penegak hukum disalahgunakan. Menurut Taverne (Harahap, 2009) ‘peraturan perundang-undangan yang baik tidak ada artinya apabila para penegak hukum tidak menegakkannya apalagi kalau menggerogotinya’. Kewenangan yang dimiliki para penegak hukum tidak boleh disalahgunakan. Bagaimana jadinya apabila para penegak hukum justru bersekongkol dengan para pelanggar hukum? Tentu saja ini akan mengakibatkan kehancuran sistemik pada segala aspek. Bahkan jika dibiarkan akan menjadikan Negara ini sebagai apa yang Max Weber sebut sebagai ‘Negar Lunak’ (Salam dan Santosa, 2003) yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu menjadikan praktek-praktek KKN dan sebagainya sebagai kegiatan yang membudaya tanpa kemauan secara sungguh-sungguh untuk memberantasnya.

Baca Selengkapnya...

08 Maret 2010

Sekelumit Tentang Diriku

Aku... Seorang bocah laki-laki yang lahir ke dunia atas kedigdayaan Sang Pencipta. Orang tuaku memberiku nama Dwi Setiyono, berharap kelak buah hatinya akan menjadi seorang yang setia (Amin). Namun hingga saat ini aku belum bisa memastikan apakah aku ini sudah tergolong orang yang setia atau belum. Yang pasti aku orang baik-baik (really?).

Kini aku masih berperan sebagai mahasiswa 'jobless' yang belum bisa bangkit dari jeratan pengangguran. Layaknya seekor benalu, aku belum bisa mandiri dan masih saja menumpang pada orang tuaku. Walau begitu, kekuranganku itu akan kujadikan sebagai motivasi untuk bangkit dan menyusul kakakku yang sudah jauh lebih mandiri.

Diumurku yang menginjak 19 tahun ini, aku belum begitu paham tentang sesuatu yang orang-orang sebut sebagai 'cinta'. Terus terang saja, aku kurang berpengalaman dengan hal itu. Bukannya aku tidak suka, namun aku belum mau memusingkan diri dengan hal-hal semacam itu (kekanak-kanakan banget!).

Aku sangat tidak suka kegiatan yang umumnya dilakukan oleh banyak laki-laki, yakni merokok. Bahkan aku sering menghindar jika ada orang yang merokok didekatku. Dan Alhamdulillah sampai sekarang aku tidak pernah menghisap rokok sebatangpun, (sombong niyee!).
Untuk masalah musik pun aku agak berbeda dengan laki-laki kebanyakan, aku tidak begitu suka musik-musik seperti heavymetal, hardcore, atau apapun itu yang beraliran keras. Aku cenderung lebih menyukai lagu-lagu dari boyband seperti Backstreet Boys, Westlife, dan Nsync. Terserah orang mau berkata apa, karena memang itulah seleraku.

That's me, itulah sekelumit tentang diriku, dengan segala kekurangan dan kelebihanku aku coba mengarungi hidupku, menggali potensi-potensi yang ada dalam diriku, dan meningkatkan kualitas hidupku. Karena tujuanku hanya satu: Menjadi orang yang berguna bagi keluarga, bangsa, dan agama.
Amin Ya Rabbal Alamin.

Baca Selengkapnya...

05 Februari 2010

Pandanganku Mengenai Perfilman Indonesia Saat Ini

Industri perfilman di Indonesia nampaknya tak mengenal kata surut. Betapa tidak, sejak tahun 1980an film-film Indonesia bisa menjadi raja di negeri sendiri, bahkan hingga memasuki abad 21 banyak anak bangsa  kreatif yang memproduksi beberapa film dengan berbagai tema, yang menarik minat para penggemar film tanah air. Seperti Ada Apa dengan Cinta (2002), Ayat-Ayat Cinta (2008) ataupun Jelangkung (2001).

Namun tampaknya ide-ide kreatif para pesohor film nasional kini banyak yang telah mengalami peyorasi. Saat ini, film-film Indonesia banyak yang bertemakan horor yang bercampur dengan adegan-adegan yang dapat membangkitkan birahi. Kita ambil contoh Suster Keramas ataupun Hantu Puncak Datang Bulan, hingga saat ini kedua film tersebut masih menjadi kontroversi beberapa pihak Sebelumnya bahkan ada film bertemakan cinta yang dilarang dan dicabut izinnya yakni film  Buruan Cium Gue. Entah apa penyebab moral perfilman Indonesia kembali merosot hingga kondisinya persis seperti film-film tahun 1970an, seperti Bernafas Dalam Lumpur (1970) atau Tante Girang (1974).

Dan anehnya, film-film tersebut lulus sensor, sehingga dapat ditonton oleh seluruh penggemar film di negeri ini. Inilah yang saya herankan, mengapa adegan-adegan yang notabene berbau pornografi tersebut bisa lulus sensor? Ini menjadi sebuah tanda tanya besar yang dihadapkan pada kinerja lembaga sensor film kita dalam menyaring dan menyeleksi film-film. Semoga hal ini takkan terulang lagi di masa yang akan datang.

(kalau ada yang penasaran dengan trailernya, bisa klik link dibawah)
trailer Suster Keramas
trailer Hantu Puncak Datang Bulan

Baca Selengkapnya...

04 Februari 2010

Asal Usul Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri

Karena ambisi yang menggebu agar Gajah Madep, cucu tercintanya bisa menggantikan Gajah Mego menjadi Pengangeng Puri Gajah Mego, Eyang Sepuh nenek Gajah Madep menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Eyang Sepuh dengan bantuan kekuatan jahat Bik Birah yang menguasai Ilmu Hitam berusaha mencelakai Gajah Mungkur, tapi karena bantuan Burung Hantu yang menjadi utusan Ki Batuaji, maka akhirnya Gajah Mungkur berhasil lolos dari bahaya yang mengancamnya.

Dan setelah melalui liku cerita, maka akhirnya nasib Bik Birah pun harus berakhir ditangan Ki Batuaji yang merupakan Orang Pintar beraliran Putih. Tetapi Gajah Mungkur yang merasa geram karena Gajah Mego, papa kandungnya meninggal karena Gajah Madep, membuat perhitungan pada Gajah Madep.

Maka, tanpa bisa dihindari, mimpi Ratna Manikan dan Ratna Intan akhirnya jadi kenyataan, kedua Gajah besar yang merupakan jelmaan dari Gajah Mungkur dan Gajah Madep akhirnya berkelahi untuk saling memusnahkan satu sama lain.

Konon karena akibat perkelahian dari dua gajah tersebut, maka muncullah sebuah waduk yang kemudian diberi nama Waduk Gajah Mungkur. (And)

dikutip dari indosiar.com

Baca Selengkapnya...

Kode Etik Guru

• Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
• Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan.
• Guru bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi PGRI sebagai sarana pengabdiannya.
• Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.
• Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila.
• Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
• Guru mengadakan komui terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
• Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik.
• Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.

Baca Selengkapnya...

26 Januari 2010

Kesamaan yang aneh Lincoln dan Kennedy

Abraham Lincoln masuk kongres tahun 1846.
John F. Kennedy masuk kongres tahun 1946.

Abraham Lincoln terpilih jadi presiden tahun 1860.
John F. Kennedy terpilih jadi presiden tahun 1960.

Keduanya sangat peduli hak-hak sipil.
Kedua istri mereka kehilangan anak saat di gedung putih.

Kedua presiden ditembak hari Jumat.
Kedua presiden ditembak di kepala.

Sekretaris Lincoln bernama Kennedy.
Sekretaris Kennedy bernama Lincoln.

Keduanya dibunuh oleh orang dari daerah selatan.
Keduanya digantikan oleh orang selatan yg bernama Johnson.

Andrew Johnson, yg menggantikan Lincoln , lahir tahun 1808.
Lyndon Johnson, yg menggantikan Kennedy, lahir tahun 1908.

John Wilkes Booth, yg membunuh Lincoln , lahir thn 1839.
Lee Harvey Oswald, yg membunuh Kennedy, lahir thn 1939.

Kedua pembunuh terkenal dengan tiga namanya.
Nama keduanya terdiri dari 15 huruf.

Lincoln ditembak di teater bernama 'Ford.'
Kennedy tertembak di mobil yang dibuat oleh 'Ford.'

Lincoln tertembak di teater dan pembunuhnya bersembunyi di gudang.
Kennedy tertembak dari sebuah gudang dan pembunuhnya bersembunyi di teater.

Booth terbunuh sebelum diadili.
Oswald juga terbunuh sebelum diadili.

Seminggu sebelum Lincoln tertembak, dia berada di Monroe, Maryland.
Seminggu sebelum Kennedy tertembak, dia bersama Marilyn Monroe.


Apa semua itu serba kebetulan?
Rasanya tak mungkin bila ada pihak yang merencanakan semua itu.
Tapi yang pasti semua itu atas izin dari Yang Maha Kuasa.
(dikutip dari berbagai sumber)

 

Abraham Lincoln
John F. Kennedy
 
 
 


John Wilkes Booth
Lee Harvey Oswald

Baca Selengkapnya...

Puisi Gombaaal (english version)

I stood like a statue when I saw you for the first time

I realized there's something different

And I felt like I can touch the sky

What makes you so right?

Are you the dream that I see?

There's no one like you

Even though other girls came along

Wherever I go, whatever I do I'm thinking of you

Come on, get closer with me

Don't let me feel the meaning of being lonely

I swear I'll never break your heart

Because you are my only one desire

Baca Selengkapnya...

25 Januari 2010

Fenomena Segelintir Wanita Saat Ini

Oh wanita...
Dibalik kesucian dirimu, tersimpan banyak jasa yang tak ternilai harganya.
Wanita adalah penyejuk disaat kaum adam merasa jenuh.
Wanita membuat dunia ini berwarna karena kecantikannya.
Dan yang takkan pernah tergantikan adalah peran seorang ibu, yang telah mengandung dan melahirkan anaknya.
Semua peran yang dijalani oleh wanita itu tak akan bisa digantikan oleh pria.

Terlepas dari semua kelebihan yang dimiliki wanita, terdapat fenomena memprihatinkan yang terjadi akhir-akhir ini.
Perkembangan zaman yang begitu pesat nampaknya telah membuat segelintir wanita (terutama wanita muda) melampaui batas.
Mereka meninggalkan norma-norma agama (khususnya Islam) yang pada akhirnya membuat mereka melebihi kodratnya sebagai wanita.

Telah dijelaskan dalam Q.S. An-Nur: 31 yang artinya "Katakanlah pada wanita yang beriman agar mereka menundukkan pandangan matanya dan memelihara anggota kemaluannya...".
Namun sepertinya jarang sekali wanita yang sesuai dengan ayat tersebut.
Yang banyak ditemukan justru wanita yang tidak merasa segan apabila berpandangan mata secara langsung dengan lawan jenisnya.

Lalu lanjutan Q.S. An-Nur: 31 kembali menjelaskan, yang artinya "...dan hendaklah mereka menutupkan kerudung kepalanya sampai ke dadanya...".
Namun apa yang terjadi saat ini justru kontras.
Segelintir wanita malah mengumbar auratnya kesana kemari, yang mana hal itu justru merendahkan martabat mereka sendiri.

Dengan adanya perintah yang disampaikan melalui ayat diatas, sebaiknya wanita bisa lebih menjaga diri, terutama dalam hal menutup aurat.
Ini lebih baik sebelum Allah memberikan teguran.

Baca Selengkapnya...

14 Januari 2010

A Story To The History

Akhirnya bisa ngerasain juga jadi yang namanya mahasiswa. Kata orang mahasiswa tuh pinter, dewasa, dsb. Kalo diliat dari nama sih emang keren coz status kita udah ditempelin kata ‘maha’, tapi yang bikin aku males tuh tugas2nya yang pasti bejibun (kan aku ga pernah ngerjain tugas pas SMA, he).

Awalnya sih aku sempet punya niatan untuk ga kuliah, pengen coba daftar tentara (nerusin karir ortu). Tapi rupanya Allah belum ngijinin aku untuk jadi tentara, udah 2 kali daftar tapi ga pernah lulus.

Hmm, dipikir-pikir mendingan aku cari pelarian aja daripada nganggur (hehe), coz pendftaran tni masih lama. Untungnya waktu itu pendaftaran snmptn & usm stan masih dibuka, pas bgt dengan kondisi aku. Akhirnya niat untuk kuliah datang lagi & aku coba ikut tes usm stan sama snmptn.
Pas ngerjain, soal2nya ga ada yg gampang satupun (sedih bgt), jadi aku cari aman aja dngan cuma ngisi yg aku yakin bener doank.

Tibalah saat pengumuman, aku brusaha optimis diterima (sebenernya sih pesimis). Dan hasilpun berbicara aku gagal di usm stan (gagal maning coy), tapi untungnya aku diterima di snmptn (pengennya sih usm stan aja yg lulus). Tapi aku tetep syukuri keputusan yg dikasih sama Allah, yg penting aku ga nganggur, lagian aku diterimanya di jurusan yg ga aku benci yakni sejarah (REALLY?). haha

Baca Selengkapnya...